"Tiger Parenting" adalah suatu pola asuh orang tua dengan ciri khas sikap yang otoriter dan cenderung bersikap kasar baik dalam perkataan dan perbuatan tanpa menaruh empati kepada anak. "Tiger Parenting" memang adalah hal biasa di zaman dahulu dan kadang sudah menyatu dengan suatu budaya tertentu di mana orang tua memiliki kedudukan yang tertinggi dalam keluarga, anak harus mengikuti kata-kata orang tua, tanpa memandang dampak psikis bila suatu kehendak orang tua dipaksakan dalam diri dan kehidupan anak.
Apakah ciri "Tiger Parenting"? Bagaimana cara mendidik anak yang baik?
1. Anak Harus Menjadi Juara
Karena memiliki prestise yang sangat tinggi, para penganut "tiger parenting" berpikir bahwa seorang anak harus bisa membawa nama baik keluarga dan harus bisa dibanggakan di tengah keluarga. Karena apa yang dicapai anak akan menjadi suatu kehormatan, maka orang tua penganut "tiger parenting" mengharapkan anaknya harus lebih dari yang lain dan harus menjadi juara.
Karena tuntutan orang tua yang terlalu tinggi, anak-anak menjadi sering merasa cemas. Hal ini terjadi karena ia takut dimarahi atau bahkan mengalami kekerasan psikis atau fisik bila ia mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Secara mental dan karakter anak menjadi kurang berkembang, karena ia cenderung sering menutup diri dan enggan melakukan sesuatu yang baru karena ada perasaan takut tidak bisa mencapai
apa yang diinginkan orang tuanya.
2. Aturan yang Terlalu Banyak dan Kaku
Dunia anak adalah dunia bermain dengan hati gembira. Agar hati merasa gembira, maka anak perlu bermain secara merdeka. Namun akan menjadi berbeda bila saat beraktivitas anak terlalu banyak diberikan aturan-aturan, apalagi yang bersifat kaku, dan mengandung hukuman bila melanggarnya. Aturan yang terlalu banyak dan bersifat kaku bisa mengakibatkan anak menjadi kurang memiliki kebebasan. Kemampuan berkreasi dan berimajinasi yang juga bisa menunjang kecerdasan anak menjadi kurang bebas berkembang. Ketrampilan bersosialisasi anak juga bisa terhambat, karena di dalam hatinya ada ketakutan akan mengucapkan kata-kata yang salah. Di dalam pikiran bawah sadarnya ia juga merasa takut dengan hukuman saat melakukan kesalahan.
Orang tua yang baik perlu memahami bahwa aturan sebaiknya dibuat bersama sang buah hati. Tidak perlu terlalu banyak dulu, mungkin hanya satu atau dua aturan saja serta terfokus pada hal-hal yang memang sering dilanggar anak. Misalnya: selesai bermain, mainan perlu dirapikan. Dan bila anak melanggarnya, orang tua tidak perlu menghukum atau membentak-bentak. Berikan konsekuensi yang bersifat edukasi, misalnya mengurangi jam menggunakan "gadget" atau bermain "game". Katakan dengan suara lembut dan tidak membentak-bentak.
3. Menjadikan Ancaman untuk Membuat Anak Patuh
Membuat anak patuh pada kata-kata orang tua memang tidak mudah, apalagi untuk anak-anak zaman sekarang. Banyak orang tua menggunakan "ancaman" untuk membuat anak-anak lebih patuh, baik dengan ancaman fisik mau pun verbal. Kepatuhan anak pada pada orang tua bisa dibangun dengan kasih sayang yang tulus dari orang tua. Bila anak merasa diperhatikan dan disayang dengan tulus oleh orang tuanya, maka ia akan lebih merasa nyaman terutama saat mendengar arahan, nasihat, mau pun bimbingan dari orang tua. Sehingga dari pihak orang tua pun tidak perlu menggunakan kata-kata yang kasar dan bersifat mengancam. Untuk bisa membangun komunikasi dan jalinan yang baik antara orang tua dan anak, orang tua perlu lebih aktif dalam meluangkan untuk ngobrol, menanyakan kesibukan anak, mendampingi anak saat belajar, dan kebersamaan lainnya.
"Tiger Parenting" dipercaya bisa meningkatkan prestasi anak secara akademis. Padahal prestasi anak tidak hanya akademis, namun juga dalam hal pengembangan karakter dan ketrampilan. "Tiger parenting" juga bisa menghambat anak dalam mengembangkan bakat-bakatnya, karena terkadang impian orang tualah yang menjadi pencapaian. Bagaimana dengan gaya pengasuhan Anda? Apakah masih menganut "tiger parenting? Apakah menurut Anda "tiger parenting" adalah pola asuh yang baik untuk anak zaman "now"?