Pembelajaran anak-anak didik usia PAUD di Semester 1 sudah hampir berakhir. Guru PAUD perlu mempersiapkan aneka aktivitas yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk menilai para siswa. Hal ini sangat penting, agar saat proses pelaporan secara tertulis di buku raport, guru bisa memberikan laporan yang lebih akurat dan terperinci. Apa saja kegiatan menarik tersebut? Sebelum Melakukan Observasi Kemampuan Numerik, Guru Bisa Mengajak Anak Didik Menonton Video di Bawah ini. Marbel Pelajaran TK dan PAUD: Media Menarik untuk Mengembangkan Segala Aspek Kecerdasan Anak PAUD. Unduh Aplikasi ini Secara GRATIS. 1. Portofolio Variatif dan Kreatif Selama semester 1 tentu para siswa telah mengerjakan aneka aktivitas kreatif yang bervariasi. Beberapa variasi aktivitas tersebut antara lain adalah karya seni, lembar kerja, proyek, foto kegiatan, dan lainnya. Guru bisa meminta para siswa dengan dibantu dengan orang tua untuk menyusun portofolio tersebut. Di era digital, portofolio bisa berupa buku / kliping atau dalam bentuk softfile. 2. Observasi Saat Melakukan Group Work Mintalah para siswa untuk melakukan suatu kegiatan kelompok. Guru PAUD perlu jeli dalam melakukan penilaian. Beberapa hal penting yang bisa menjadi pertimbangan bagi guru PAUD dalam melakukan penilaian antara lain: Kemampuan mengemukakan pendapat. Kepercayaan diri dalam beropini. Keterampilan memimpin dalam kelompok. Kemampuan untuk patuh pada instruksi. Kemampuan untuk bekerja sama. Beberapa contoh kegiatan berkelompok menarik antara lain bermain bersama, membuat kreasi craft bersama, membuat proyek sederhana bersama, dan lainnya. 3. Melakukan Interview Ajaklah setiap siswa untuk melakukan wawancara singkat atau dengan memberikan aneka pertanyaan yang sederhana. Dengan melakukan wawancara, guru bisa menilai tentang: Keterampilan berbahasa Kecerdasan emosional Kecerdasan kognitif, dan lainnya. Saat melakukan wawancara, guru bisa membiarkan siswa memainkan sesuatu dan dalam suasana yang santai, sehingga siswa tidak merasa tegang dan cemas. Suasana santai bisa membuat siswa bisa lebih terbuka, sehingga apa pun yang menjadi pemikiran dan gagasan siswa bisa diungkapkan dengan lebih baik dan tenang. 4. Melakukan Pentas Sederhana Guru bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan atau memperagakan suatu pentas seni sederhana, bisa berupa tarian, drama, story telling, dan lainnya. Kesempatan ini bisa menjadi ajang bagi para siswa untuk mengekspresikan diri dan menunjukkan bakat serta keterampilan mereka. Guru juga bisa menyiapkan hadiah-hadiah menarik bagi pemenang, agar para siswa semakin termotivasi untuk menjadi pemenang dan melakukan yang terbaik. 5. Ujian Lisan Ujian lisan berhubungan dengan materi-materi yang bersifat kognitif dan pernah dipelajari anak-anak didik, misalnya dengan menanyakan: Apa saja contoh transportasi darat? Mengapa burung bisa terbang? Apa saja binatang yang memakan tumbuhan? 6. Memberikan Proyek Sederhana Guru bisa meminta kepada para siswa untuk mengerjakan suatu proyek sederhana. Proyek sederhana ini bisa dikerjakan dengan bantuan orang tua. Jangan lupa, mintalah setiap siswa untuk memvideokan kegiatan ini, sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menilai keterampilan dan kemampuan siswa. 7. Evaluasi Kemampuan Motorik Halus dan Motorik Kasar Keterampilan motorik halus dan motorik kasar adalah hal yang sangat penting dalam perkembangan siswa usia PAUD. Sebelum siswa PAUD terampil menulis, maka ia perlu memiliki keterampilan motorik halus yang baik dan perlu dilatih secara rutin. Guru bisa meminta siswa untuk mewarnai gambar, menarik garis, menulis huruf / angka, dan lainnya. 8. Melakukan Pengamatan pada Perilaku Siswa Guru bisa menilai atau mengamati aneka keterampilan siswa selama ia melakukan kegiatan belajar di sekolah. Agar setiap keterampilan siswa bisa tampak, guru perlu mengatur kelas agar bisa melakukan aneka variasi pembelajaran. Baca juga: 5 Aktivitas Mudah Kembangkan Motorik Halus Anak Ide Kreatif dan "Fun" Latihan Praktik Pra-Menulis Anak PAUD 9. Meminta Siswa Bermain Peran Bermain peran bisa membuat guru memahami aneka keterampilan siswa, yaitu: Keterampilan berbahasa. Keterampilan berperilaku yang baik dan sopan. Kepercayaan diri, dan lainnya. Guru bisa memilih tema-tema sederhana agar para siswa bisa lebih mudah mempraktikkannya, misalnya perilaku yang baik saat bertemu orang yang lebih tua, memberikan contoh aktivitas dokter dengan gerakan-gerakan, mempraktikkan cara melakukan transaksi, dan lainnya. 10. Menguji Kemampuan Indera Peraba, Pendengaran, dan Penglihatan Guru bisa menggunakan aneka media yang menarik, agar para siswa melakukan tes ini dengan penuh semangat dan hati riang, misalnya: Menyebutkan aneka warna yang dilihat dengan media gambar. Menyebutkan aneka tekstur dengan cara meraba suatu benda atau media. Menyebutkan nama hewan dengan memperdengarkan suara dengan media audio (MP3), dan lainnya. Kegiatan Observasi juga Bisa Dilakukan dengan Mengajak Anak-Anak PAUD Mengerjakan Lembar Kerja Anak. Unduh Gratis LKA dari Educa Studio. 11. Bermain Pengenalan Konsep Waktu Guru memberikan aneka pertanyaan yang berhubungan dengan waktu, misalnya: Apa saja yang kalian lakukan di pagi hari? Mengapa di siang hari kita tidak boleh terlalu lama di luar rumah? Apa saja nama-nama benda yang terlihat di langit saat malam hari? Setelah itu, guru bisa mengajak siswa untuk membuat kreasi berbentuk jam, pemandangan di siang serta malam hari, dan lainnya. Hal yang tidak kalah penting saat melakukan aneka kegiatan di atas adalah cara guru dalam membangun suasana kelas menjadi menyenangkan dan santai. Aneka kegiatan yang dirancang juga perlu sesuai dengan perkembangan para siswa. Selamat mencoba! Sumber Referensi: 1. Scholastic.com. (2022). Preparing kindergarten [1] 2. Childdevelopment.org. (2022). Observation and assessment english [2] 3. Freepik.com. (2022). Young teacher helping her students class [3]
Dewasa ini, banyak sekali bermunculan perusahaan Startup. Bekerja di start-up juga sangat diminati dan bahkan sudah menjadi trend bagi kaum milenial, apalagi jika perusahaan itu sudah sampai level Unicorn. Kenapa sih, anak jaman now tertarik untuk kerja di Startup? Selain karena perusahaan Startup tersebut sudah terkenal dan punya nama besar, salah satu faktor yang membuat banyak orang tertarik untuk bekerja di perusahaan Startup adalah karena budaya kerjanya yang berbeda dengan perusahaan coorperate pada umumnya. Nah.. bagi kalian yang punya ketertarikan untuk bekerja di salah satu perusahaan Startup, yuk intip seperti apa suasana dan budaya kerja di startup khususnya di Educa Studio. For Your Information, Educa Studio juga merupakan salah satu perusahaan Startup yang fokus pada pengembangan Software dan Game edukasi lhoo.. klik di sini untuk kepoin Educa Studio. 1. Lingkungan dan suasana kerja yang Seru! Tahu kah kalian kalau lingkungan sangat mempengaruhi produktivitas dan kreativitas seseorang? Perusahaan Startup yang menuntut individu di dalamnya untuk terus berinovasi, seringkali memodifikasi lingkungan dan suasana kantor mereka menjadi senyaman mungkin sehingga karyawan dapat terus produktif serta memberikan ide-ide cemerlang demi kemajuan perusahaan. Educa Studio juga berusaha semaksimal mungkin untuk membuat karyawannya merasa nyaman dengan mengadakan kegiatan seperti playday, dimana Educa Team berkumpul dan bermain boardgame bersama. Tanpa memandang jabatan dan senioritas. 2. Ruang diskusi lebih terbuka, Banyak kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri Perusahaan Startup cenderung mengabaikan adanya senioritas dan tingkat jabatan. Bukan berarti tidak ada jenjang karir di perusahaan startup, hanya saja mereka tidak terlalu mempedulikan hal ini dalam berinteraksi. Akibatnya adalah, kita dapat dengan bebas menyampaikan ide atau gagasan kita. Adanya ruang diskusi yang terbuka dan fleksibel seperti ini dapat menjadi sarana transfer ilmu yang sangat efektif. Bekerja di Startup sangatlah fleksibel dan dinamis, sehingga memungkinkan kalian untuk mempelajari banyak hal baru yang bahkan di luar bidang kalian sekalipun. Sering pula perusahaan Startup memberikan pelatihan softskill maupun hardskill bagi karyawannya sehingga kemampuan dan keterampilan karyawan dapat terus berkembang sejalan dengan berkembangnya perusahaan. 3. Pakaian bebas. Mau formal atau non-formal suka-suka kita! Didominasi oleh anak muda yang berjiwa bebas, perusahaan Startup biasanya tidak memberikan batasan untuk karyawannya dalam gaya berpakaian. Karyawan Startup biasanya lebih memilih untuk memakai kaos oblong dan bawahan jeans saat "ngantor", namun tidak melarang juga ketika ada karyawan yang ingin tampil dengan jas dan dasi bahkan batik sekalipun. Hal yang perlu diingat adalah tetap jaga kesopanan dan kerapian dalam berpakaian yaa.. 4. Teamwork No.1!! Semua perusahaan pasti ingin memiliki tim yang kompak dan solid, namun bagi perusahaan startup hal ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Tidak adanya batas antar jabatan dan senioritas menjadikan perusahaan startup jauh lebih unggul dalam hal teamwork dan kekompakan. Hal ini juga didukung oleh banyaknya jobdesc yang beririsan dengan banyak divisi dan mudahnya interaksi antar karyawan dan atasan. Perusahaan startup juga selalu melakukan segala upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan teamwork yang sudah ada ini. Contohnya Educa Studio yang mengadakan kegiatan olahraga bersama yaitu futsal setiap seminggu sekali. 5. Career path yang lebih cepat dan dinamis Career path atau jenjang karir yang ada di perusahaan korporat mungkin lebih menjanjikan karena struktur perusahaannya sudah paten. Berbeda halnya dengan startup yang masih meraba bagaimana struktur perusahaannya nanti. Namun akan sulit bagi karyawan di perusahaan korporat untuk cepat naik ke posisi atas, bahkan ada yang memerlukan waktu hingga puluhan tahun. Bagi Kalian yang ingin bergabung di perusahaan startup tidak perlu khawatir, karena perusahaan startup juga bisa menjanjikan jenjang karir untuk kalian, bahkan akan lebih cepat naik level jika benar-benar kompeten dalam bidangnya. Luasnya lingkup kerja di startup, membuat karyawannya cepat belajar banyak hal dan mengembangkan skillnya. Terlebih lagi jika struktur perusahaan tersebut sudah mulai terbangun, akan banyak posisi leader, supervisor, bahkan manager yang belum terisi. Hal tersebut dapat membuka peluang dan kesempatan bagi individu yang kompeten untuk cepat naik posisi, walaupun pada awalnya masuk perusahaan pada level paling bawah. Bagaimana? Setelah tahu budaya kerjanya, apakah kalian jadi semakin tertarik untuk bergabung di perusahaan startup? Jika kalian tertarik untuk merasakan seperti apa rasanya bekerja di startup, jangan ragu untuk bergabung dengan Educa Studio! Ayo generasi kreatif Indonesia, kita bangun produk pendidikan yang CEMUMU (Cepat, Mudah, dan Muenyenangkan) bersama Educa Studio untuk anak Indonesia dan dunia! klik di sini untuk intip peluang karir di Educa Studio
Pada masa sekarang ini dimana persaingan semakin ketat, setiap orang dituntut untuk menjadi produktif agar dapat mengikuti arus. Akan tetapi tidak semua orang paham makna "produktif" yang sebenarnya. Banyak yang menyamakan "sibuk" dan "produktif" padahal sebenarnya kedua kata tersebut sangat berbeda. Menurut Charles Duhigg, produktifitas adalah menentukan beberapa pilihan dalam beberapa cara yang mengubah seseorang dari "hanya sibuk" menjadi "benar-benar produktif". Produktif yang dimaksud yaitu bagaimana memanfaatkan dengan sebaik mungkin sumber daya (baik itu tenaga, waktu, dan pikiran) untuk memperoleh hasil yang optimal, bukan seberapa sibuk dan banyaknya output yang dihasilkan. Klik di sini untuk lebih lengkap tentang pengertian dan unsur produktifitas. Lalu, bagaimana cara meningkatkan produktivitas? Educa Studio punya beberapa tips bagi kamu yang ingin meningkatkan produktivitas, yuk simak penjelasannya: 1. Manajemen Waktu Hasil produktifitas tidak selalu dipengaruhi oleh seberapa keras kamu bekerja. Terkadang, orang yang bekerja paling keras malah menjadi orang yang paling banyak membuang-buang waktu. Maka hal pertama yang harus dilakukan jika ingin bekerja dengan lebih produktif adalah dengan memperbaiki Manajemen Waktu. Kalian bisa menggunakan matrix time management dari Eisenhower, yaitu dengan membuat prioritas berdasarkan hal yang "Penting" dan "Mendesak". Berikut penggambarannya: 2. Planning Membuat action planning penting untuk meningkatkan produktivitas. Tentukan apa saja goals yang ingin dicapai beserta durasinya, dalam perencanaan juga harus spesifik, realistik, dan juga sederhana. Bisa juga menyusun planning dengan mengacu pada teknik Kaizen yang memiliki arti "Berubah menjadi lebih baik" atau "Perbaikan terus-menerus". Kalian bisa memulainya dengan yang paling sederhana, yaitu membuat To Do List seperti contoh di bawah ini jika kalian belum terbiasa membuat action plan yang detail. 3. Upgrade Skill Sebelum membahas lebih lanjut, coba simak kisah dua penebang pohon berikut: Ada dua orang penebang pohon, mereka diberikan kapak yang tingkat ketajamannya sama kemudian diminta untuk lomba menebang pohon dengan batas waktu tertentu. Penebang pertama langsung memulai menebang pohon setelah diberikan kapak, sedangkan penebang kedua duduk sejenak dan mengasah kapaknya. Pada mulanya, jumlah pohon yang ditebang oleh penebang pertama lebih banyak. Akan tetapi, pada akhir perlombaan jumlah pohon yang ditebang oleh penebang kedua jauh lebih banyak dibandingkan penebang pertama dengan kualitas potongan yang lebih bagus pula. Dari cerita di atas, dapat disimpulkan bahwa skills (kapak) sebagai alat sangat berpengaruh terhadap tingkat produktivitas seseorang. Mulai upgrade softskill dan hardskillmu melalui berbagai pelatihan, kursus, webinar, maupun latihan serta belajar mandiri secara berkelanjutan. 4. Ubah produktivitas sebagai kebiasaaan Suatu hal jika sudah menjadi kebiasaan, maka akan lebih mudah untuk menjadikannya sebagai rutinitas. Hal yang sama berlaku juga untuk produktivitas. Ketika kamu menjadikan produktivitas sebagai kebiasaan, kamu akan dapat mencapai hal yang lebih besar lagi dalam kehidupan profesional maupun personal. Tidak mudah memang untuk menjadikan hal baru sebagai kebiasaan, bahkan paling cepat waktu yang dibutuhkan adalah 3 bulan. Akan tetapi hasil yang diperoleh pada akhirnya akan jauh lebih optimal dibandingkan hanya menerapkannya satu kali saja. Jika kamu ingin bekerja dengan lingkungan yang produktif, maka Educa Studio adalah tempat yang pas buat kamu! Klik di sini untuk melihat kesempatan karir di Educa Studio. Generasi muda kreatif!! Ayo kita bangun produk pendidikan yang CEMUMU (Cepat, Mudah, dan Muenyenangkan) bagi anak Indonesia dan dunia!
Apa itu Hustle Culture? Hai sobat! Apakah kalian pernah mendengar istilah Hustle Culture yang sedang nge-trend belakangan ini? Hustle Culture adalah nama keren dari Workaholic, yang pertama kali dikenalkan oleh Wayne Oates pada tahun 1971 dalam bukunya yang berjudul "Confession of a Workaholic: The Facts about Work Addiction". Pengertian dari Hustle Culture sendiri adalah suatu gaya hidup baru dimana seseorang menganggap dirinya akan sukses hanya jika dia terus bekerja dengan sedikit waktu untuk beristirahat. Seperti apa tanda orang yang mengalami fenomena Hustle Culture? Menurut Glicken dalam karyanya "The Truth about Workaholic" (2012), tanda yang paling jelas dari seorang workaholic adalah ketika pekerjaan dan segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan menyita kehidupan seseorang dan mengabaikan segala sesuatunya. Machlowitz dalam bukunya yang berjudul "Workaholic" (1980) menyebutkan terdapat 6 ciri seseorang yang workaholic: 1. Sangat intens, enerjik, dan kompetitif Orang yang terindikasi workaholic biasanya dalam melakukan pekerjaan atau tugasnya terlihat sangat enerjik, intens atau sangat fokus, dan juga memiliki jiwa kompetitif yang tinggi. 2. Memiliki keraguan pada dirinya sendiri Biasanya, seseorang yang workaholic sering ragu-ragu apakah pekerjaannya sudah terselesaikan dengan benar? apakah dia boleh untuk beristirahat ketika masih ada pekerjaan yang belum selesai? apakah atasan akan puas dengan pekerjaannya? apakah dia akan sukses jika tidak terus melakukan tugasnya? dan keraguan-keraguan lain dalam dirinya. 3. Bekerja kapanpun dan dimanapun Seseorang yang workaholic sangat jarang terlihat beristirahat, karena dia akan selalu melakukan pekerjaan dimanapun dan kapanpun. 4. Menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekerja Seperti poin sebelumnya, seorang worcaholic lebih sering terlihat bekerja dibandingkan saat ia beristirahat karena memang sebagian besar waktunya ia gunakan untuk bekerja dan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. 5. Mengaburkan perbedaan antara kesibukkan dan kesenangan Saking seringnya si workaholic bekerja secara berlebihan, ia akan sulit untuk membedakan antara mana hal yang membuatnya sibuk dan yang membuatnya senang. Hal ini mungkin terjadi karena ia sudah terbiasa sibuk, jadi sering mengabaikan hal-hal kecil seperti kesenangan itu sendiri. 6. Memilih bekerja daripada beristirahat Secara umum, orang yang workaholic akan gelisah ketika dirinya tidak punya tugas. Ia akan merasa bersalah ketika dirinya beristirahat dan merasa bahwa dirinya tidak akan sukses jika tidak terus menerus melakukan pekerjaan. Loh.. terus bedanya dengan pekerja keras apa dong? Sekilas, memang hustle culture atau workaholic ini mirip dengan kerja keras. Tapi, keduanya sangat berbeda lhoo.. Berikut perbedaan workaholic dan pekerja keras menurut Ahmadi dan Asl (dalam Triani, 2021) dan Saul (dalam Glicken & Robinson, 2013): Kerja Keras Workaholic Pekerjaan adalah suatu kewajiban untuk memenuhi kebutuhan fisiologis Pekerjaan adalah sebuah tempat yang aman dari segala hal yang tidak diinginkan Mampu memberi batas dan mengelola pekerjaan, sehingga memiliki ruang dan waktu untuk keluarga dan teman Percaya bahwa bekerja lebih penting dari segalanya, termasuk keluarga dan teman Memiliki kontrol atas keinginan dan pikiran untuk bekerja Terus mengingat pekerjaan setiap detik meski sedang melakukan kegiatan lain Mampu beristirahat dari pekerjaannya Tidak bisa rehat dari pekerjaannya dan tidak bisa berhenti memikirkan pekerjaan Apa sih dampaknya bagi diri kita? 1. Hubungan sosial terganggu Seseorang yang terus-menerus bekerja, seringkali tidak memiliki waktu untuk orang di sekitarnya. Hal ini menyebabkan orang yang workaholic memiliki teman lebih sedikit dibanding mereka yang bekerja dengan waktu normal. Hubungan dengan keluarga juga sangat mungkin untuk merenggang karena sedikitnya waktu yang diluangkan. 2. Risiko penyakit kronis Berdasarkan salah satu artikel di laman milik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penduduk Jepang mengalami peningkatan untuk penderita penyakit jantung dan stroke sebanyak 3x lipat akibat kelelahan bekerja. Iwasaki, dkk., (dalam Triani, 2021) menambahkan, ditemukan sekitar 300 kasus kerusakan hati dan otak di Jepang akibat budaya gila kerja. 3. Kesehatan mental menurun Menurut hasil survey di beberapa negara seperti Amerika, Inggris, Jepang, dan bahkan Indonesia, menunjukkan bahwa jam kerja yang lebih panjang bagi semua usia cenderung akan menimbulkan gangguan kecemasan, depresi, dan stress yang lebih tinggi. 4. Kematian Terdapat istilah karoshi yang ada di Jepang yang memiliki arti kematian yang timbul akibat beban kerja yang berlebih. Kematian ini dapat disebabkan oleh penyakit kronis maupun bunuh diri karena terlalu tingginya beban kerja seseorang. Hustle Culture vs Productive Culture Menurut Herjanto (2007) pada bukunya yang berjudul "Manajemen Operasi", produktivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa baik pengaturan dan pemanfaatan sumber daya untuk mencapai hasil yang optimal. Jam kerja bukan satu-satunya hal yang mempengaruhi produktivitas seseorang, namun juga seberapa besar kualitas dari pekerjaan tersebut. Kualitas pekerjaan mencakup lingkungan fisik dan sosial kerja, skills dan kemampuan kerja, upah/gaji, prospek karir masa depan, kualitas waktu kerja, dan intensitas pekerjaan (International Lobour Organization (ILO), dalam Triani, 2021). Jadi, percuma saja jika seseorang bekerja secara terus-menerus namun mereka mengabaikan aspek-aspek lainnya. Unsur dalam produktivitas menurut ILO (dalam Darmayanti, 2016) antara lain: 1. Efisiensi Menghasilkan hasil maksimal dengan menggunakan tenaga seminimal mungkin 2. Efektivitas Pekerjaan dapat selesai dengan baik dalam waktu yang singkat 3. Kualitas Hasil pekerjaan benar-benar dapat berguna dan memberikan dampak positif Produktivitas sangat sesuai dengan tagline Educa Studio LPG, dimana "P" nya adalah Productive. Educa Studio sangat memahami dampak negatif yang timbul akibat Hustle Culture sehingga menanamkan budaya productive sebagai upaya untuk menghindarkan Hustle Culture dari Educa Team. Bagi kalian Generasi Kreatif yang anti hustle culture, Ayo Merapat!! Mari kita hapuskan hustle culture dan dengan budaya produktif, kita bangun bersama produk dan layanan pendidikan yang CEMUMU (Cepat, Mudah, dan Muenyenangkan) untuk anak-anak di Indonesia dan dunia! Klik di sini untuk lihat kesempatan karir di Educa Studio. Sumber: Darmayanti, E. F. (2016). Analisis Produktivitas Kerja Karyawan Dikaitkan dengan Time Management. Akuisisi 12(2), 42-51. Fakultas Kedokteran UNAIR. (2022). Mengenal Hustle Culture: Budaya Gila Kerja Generasi Muda. Universitas Airlangga. diunduh dari: https://fk.unair.ac.id/mengenal-hustle-culture-budaya-gila-kerja-generasi-muda/ Glicken, M. D. (2012). The Truth about Workaholics. Diunduh dari: http://www.careercast.com/career-news/truth-about-workaholics Glicken, M. D., & Robinson, B. C. (2013). Workaholics: Treating Worker Dissatisfaction During Economic Change, 107–121. doi:10.1016/b978-0-12-397006-0.00006-3 Machlowitz, M. (1980). Workaholic: Living with Them, Working with Them. Boston: Addison-Wesley. Triani. (2021). Work-Life (Im)Balance: Memahami Hustle Culture Melalui Perspektif Ekonomi. Diunduh dari: https://himiespa.feb.ugm.ac.id/work-life-imbalance-memahami-hustle-culture-melalui-perspektif-ekonomi/