Top
Kamis, 10 April 2025 | Edukasi

Di sekolah, khususnya di PAUD atau SD sosok guru adalah sosok yang paling menjadi sorotan bagi siswa. Siswa bisa menganggap guru sebagai pemberi ilmu, teladan, sahabat, idola, dan lainnya. Guru memiliki kekuatan dalam mengubah siswa ketika mereka berada di sekolah. Dampak perkataan guru terhadap mental siswa Haim G. Ginott, seorang psikolog dan pendidik, mengungkapkan: "Saya telah menyimpulkan bahwa pentingnya kata-kata yang diucapkan guru kepada siswa tidak dapat diremehkan. Kata-kata dapat membawa kehancuran atau penyembuhan. Kata-kata dapat menghancurkan semangat atau membangkitkannya." Guru memiliki “power” untuk mengubah siswa, dari segi keterampilan, kecerdasan, dan dan karakternya. Itulah mengapa guru perlu berhati-hati dalam berkata-kata. Karena kata-kata yang diucapkan guru kepada siswa, baik secara akumulatif, apalagi kata-kata yang langsung merujuk pada seorang siswa, bisa membawa dampak yang besar bagi mental siswa. Haim G. Ginott menyebut bahwa kata-kata guru bisa “membawa kehancuran” atau “penyembuhan”, “menghancurkan semangat: atau “membangkitkannya”. Baca juga: Menanamkan 22 KEBIASAAN POSITIF pada Anak 1-2 TAHUN dengan Cara Menyenangkan Label negatif dari guru dan dampaknya bagi siswa Memberikan label negatif kepada seorang siswa juga bisa membawa dampak negatif bagi perkembangan mental siswa tersebut. Misalnya, saat seorang guru memberikan label “susah diatur” kepada seorang siswa. Berikut ini beberapa dampak negatifnya: Menumbuhkan bibit bullying: Teman-teman sekelas berpeluang untuk menyebut atau memperlakukan siswa tersebut sesuai dengan label negatif yang diberikan gurunya. Siswa lain bisa ikut mengucilkan atau mengejek siswa tersebut. Menurunkan kepercayaan diri: Siswa selalu merasa atau berpikir bahwa label gurunya adalah benar dan sulit diubah. Ia juga mungkin berpikir bahwa gurunya bisa membantunya agar bisa membuktikan bahwa label negatif tersebut bisa hilang. Namun, bila guru mengulang-ulang label negatif tersebut, siswa bisa tersugesti bahwa ia akan sulit berubah. Hal ini bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan diri siswa tersebut. Efek Pygmalion (Self-Fulfilling Prophecy): James Rhem, menyatakan: "If a teacher believes a student can't achieve much, isn't very bright, they may tend to teach simpler things and create an atmosphere of failure." Keyakinan negatif guru terhadap kemampuan siswa, dapat menciptakan lingkungan yang kurang mendukung perkembangan siswa ke arah positif. Siswa bisa mengalami penurunan motivasi dalam mencapai hal yang positif lainnya. Padahal, ada banyak potensi, keterampilan, dan karakter siswa yang bisa dikembangkan. Satu kesalahan yang seorang siswa lakukan dan label yang disematkan oleh seorang guru karena kesalahan tersebut, bisa menurunkan semangat siswa dalam mencapai hal positif lainnya. Merusak hubungan baik guru dan siswa: Siswa yang mendapatkan label negatif cenderung akan menghindari dan bersikap lebih tertutup. Terkadang siswa menjadi kurang respek terhadap guru tersebut. Tentu saja, hal ini bisa berdampak negatif pada prestasi akademis siswa. Menghambat pertumbuhan sosio-emosional siswa: Siswa bisa tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri, serta kurang percaya diri. Apalagi, saat siswa lain mulai meremehkan, baik secara verbal maupun secara non verbal / perilaku (memandang secara sinis atau menertawakan). Baca juga: Inilah 7 Tips agar Anak Bisa Selalu Berpikir Positif Merespon perilaku negatif siswa secara positif dan bijaksana Jasper Fox, Sr. seorang pendidik, mengatakan: "Putting your students' emotional needs first is important because without feeling safe and understood, no instructional strategy will be effective." Kutipan di atas akan menjadi dasar dari langkah positif dan bijaksana yang perlu diambil oleh guru. Berikut ini adalah beberapa langkah tersebut: Terapkan pendekatan positifAjak siswa yang berperilaku negatif berbicara empat mata. Pahami karakter dan kebutuhannya. Setelah, itu berfokuslah memberikan nasihat dengan berfokus pada perilaku negatif yang siswa lakukan. Mungkin siswa akan melakukan kesalahan yang sama. Jangan lelah untuk terus mengingatkan tanpa ada embel-embel label negatif. Hindari hukumanJadikan konsekuensi edukatif sebagai hal yang perlu ia lakukan saat siswa membuat kesalahan (terutama yang dilakukan berulang-ulang). Misalnya dengan meminta siswa untuk berdiskusi empat mata atau mengajak siswa membuat surat kesepakatan untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. Mengalihkan perhatianSaat Anda dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk menyelesaikan persoalan atau memberikan nasihat saat itu juga, Anda bisa mengalihkan perhatian siswa. Selanjutnya, Anda bisa mengajak siswa mendiskusikan bersama tentang kesalahan yang dilakukan dalam lingkup kelas (tanpa menunjuk si “A” yang berbuat salah). Anda bisa mengajak siswa berdiskusi, dengan mengatakan, “Tadi saya melihat ada beberapa siswa yang sibuk bermain sendiri saat guru menjelaskan”. Jadilah teladanJaga kata-kata dan perilaku Anda sebagai guru. Hal ini akan berdampak besar bagi cara siswa berkata-kata dan berperilaku dalam keseharian di sekolah. Berikan motivasi, apresiasi, dan inspirasiSeorang guru harus yakin bahwa setiap hari siswa akan berkembang menjadi lebih baik. Temukan perkembangan positif dari setiap siswa, bukan hanya menilai berdasar kesalahan yang dibuat siswa. Berikan apresiasi dan motivasi agar tetap semangat belajar dan berubah menjadi lebih baik.Sedangkan inspirasi bisa diberikan dengan menceritakan perkembangan positif siswa, atau memberikan inspirasi lewat dongeng / video cerita animasi (khususnya tentang cara mengatasi masalah dan memperbaiki kesalahan). . Pentingnya kerja sama dengan orang tuaAjak orang tua berdiskusi. Saat berdiskusi, pastikan Anda siap dengan perkembangan positif siswa dan baru kemudian menceritakan hal-hal yang masih perlu dikembangkan agar menjadi lebih baik. Pastikan perbanyak kata-kata positif selama berdiskusi dengan orang tua. Baca juga: Sikap Bijak Orang Tua Saat Anak Berbuat Salah "I've come to the frightening conclusion that I am the decisive element in the classroom... As a teacher, I possess a tremendous power to make a child's life miserable or joyous." - Haim G. Ginott, psikolog dan pendidik Guru PAUD & SD sahabat Educa, apakah kita ingin membuat hari-hari siswa penuh kegembiraan? Atau kesedihan? Semua kembali pada diri kita. Mari jadikan sekolah sebagai lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi semua siswa agar dapat tumbuh menjadi lebih baik dengan kata-kata positif, apresiatif, dan motivatif. Media Pembangun Karakter si Kecil: Cerita Anak Interaktif - RIRI   Sumber referensi: Ginott, Haim G. (1972). Teacher and child: A book for parents and teachers [1] Rhem. James. (2017). Pygmalion in the classroom [2] Fox, Sr. Jasper. (2023). Connection precedes learning and self regulation [3] Ginott, Haim G. (1972). Teacher and child: a book for parents and teachers [4]

Selasa, 28 November 2023 | Parenting

Setiap orang tua tentu ingin agar buah hatinya terhindar dari perilaku bullying. Mengedukasi Si Kecil adalah langkah yang baik sehingga ia memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi perilaku bullying dan bisa mengambil langkah untuk mencegah dan mengatasi persoalan tersebut. Inilah beberapa cara sederhana untuk memperluas wawasan Si Kecil sehingga ia bisa terhindar dari perilaku yang merugikan ini: 1. Menjelaskan Makna Bullying Hal penting yang perlu Si Kecil pahami adalah tentang macam-macam bullying, yaitu bullying verbal, bullying fisik, dan cyberbullying. Ayah dan Bunda bisa memperkenalkan bullying sesuai dengan usia anak. Usia PAUD / TK (di bawah 6 tahun 6 bulan):- Belum menunjukkan perilaku bullying yang menjurus pada kekerasan fisik yang berat atau tindak kriminal.- Perilaku bullying terjadi dalam bentuk hal-hal yang sederhana.- Beberapa contohnya antara lain mengolok-olok tampilan fisik, merampas mainan, pilih-pilih teman, atau menghindari teman yang dianggap “aneh”.- Ayah dan Bunda bisa mengenalkan pentingnya menerima keberagaman, menghindari perilaku diskriminatif, dan mengajarkan kata-kata yang sopan dengan cara bermain dan aktivitas yang menyenangkan. Usia SD / Pendidikan Dasar (6 - 12 tahun)- Contoh perilaku bullying anak-anak usia ini adalah: menghina dengan kata-kata kasar / nada tinggi, mengolok-olok (terkadang secara beramai-ramai), menggosipkan hal-hal yang negatif pada teman, melakukan pemukulan, merampas barang, dan bahkan terkadang sudah menjurus pada tindak kekerasan.- Perlunya edukasi tentang makna toleransi dan pentingnya perilaku saling menghormati serta menghargai disertai dengan landasan hukum atau norma yang berlaku, misalnya Pancasila, UUD, atau aturan di lingkungan dengan penjelasan dan aktivitas yang membuat siswa belajar dengan metode learning by doing. 2. Mengembangkan Empati - Ayah dan Bunda perlu memberikan pemahaman tentang bagaimana memahami perasaan orang lain.- Si Kecil tentu ingin selalu merasa nyaman dan gembira. Maka, Ia juga perlu diajarkan tentang cara membuat orang lain merasa nyaman dan gembira.- Si Kecil juga perlu belajar tentang contoh-contoh perilaku atau kata-kata yang bisa membuat teman bersedih, kecewa, dan kurang nyaman. 3. Berikan Edukasi tentang Menyelesaikan Konflik dengan Baik - Ajarkan kepada Si Kecil tentang pentingnya komunikasi yang baik untuk mencegah konflik dan mengatasi konflik yang terjadi.- Berikan nasihat kepada Si Kecil bahwa kata-kata kasar atau perilaku kasar tidak akan menyelesaikan konflik, tapi malah bisa membuat konflik / persoalan semakin besar. 4. Mengajarkan Sikap Toleransi - Ajarkan kepada Si Kecil tentang aneka perbedaan, misalnya suku, agama, rasa, suku, dan lainnya. Si Kecil perlu memahami pentingnya saling menerima perbedaan dalam pertemanan.- Di mata Tuhan, semua manusia adalah sama. Si Kecil perlu memahami hal ini agar ia mampu memandang orang lain dengan sikap hormat dan mengasihi. 5. Ajarkan Pentingnya Berteman - Si Kecil perlu memahami bahwa hubungan pertemanan adalah suatu hal penting agar bisa saling membantu, menjaga, dan melindungi.- Namun, tentu saja Si Kecil perlu memiliki circle pertemanan yang baik dan positif, agar tumbuh menjadi anak yang baik dan berkembang ke arah yang positif. Dongeng di Bawah Ini Bisa Membantu Si Kecil Memahami Pentingnya Berteman   Koleksi Dongeng Selengkapnya Bisa Diunduh di Dalam Aplikasi RIRI (Cerita Anak Interaktif) 6. Ajarkan tentang Pentingnya Berbagi dan Bercerita - Ajak Si Kecil berkomunikasi dan bercerita mulai dari hal-hal yang sederhana, agar ia terbiasa berbagi dan mendapatkan bantuan secepatnya saat ia dalam persoalan, terutama saat ia mengalami suatu perundungan. 7. Menjadi Teladan / Role Model - Ajari Si Kecil cara berpenampilan atau berpakaian yang baik, berperilaku yang sopan, dan berkomunikasi yang santun, berempati, bisa membawa damai, dan sikap yang suka membantu agar ia lebih dihargai atau bahkan bisa menjadi contoh yang bagi teman-temannya. 8. Mengedukasi tentang Cara Bersikap Saat Menjadi Korban Bullying - Saat Si Kecil merasa sakit hati atau sedih karena suatu perkataan atau perilaku orang lain, maka ia harus segera menegur atau memberitahukan kepada orang dewasa yang dipercaya. 9. Ajarkan tentang Cara Bersosialisasi - Ajaklah Si Kecil dalam acara-acara yang melibatkan banyak orang, misalnya berkunjung ke tempat saudara, pesta pernikahan, dan lainnya, agar ia terbiasa bertemu orang baru dan berinteraksi dengan orang lain.- Dampingi Si Kecil agar bersedia bermain dengan teman sebaya, misalnya di komplek atau di dalam suatu komunitas. Mengajarkan anak Anda tentang pencegahan perundungan atau anti bullying sangat penting untuk membantu mereka menjadi individu yang peduli, berempati, dan memahami pentingnya menghormati orang lain. Semoga tips di atas bermanfaat! Sumber Referensi: 1. Stopbullying.gov. (2022). How to prevent bullying [1] 2. Apa.org. (2022). Prevent [2]

Kamis, 31 Agustus 2023 | Parenting

Ada banyak kejadian bisa terjadi di kelas. Salah satunya adalah saat anak didik mengalami tantrum di kelas PAUD. Dilansir dari My.clevelandclinic.org, dijelaskan bahwa tantrum adalah kondisi ketika seorang anak meluapkan kemarahan dan rasa frustasinya tanpa direncanakan. Tantrum bisa bersifat fisik, verbal, atau keduanya. Bagaimana cara menangani dan memberikan treatment yang tepat pada anak yang mengalami tantrum? Materi parenting ini perlu dipahami oleh guru PAUD. 1. Kontrol Emosi Guru itu Penting Pastikan guru bisa mengontrol emosi dan tetap tenang. Ketenangan hati seorang guru bisa membawa dampak positif bagi ketenangan emosi anak didik yang sedang tantrum. 2. Diamkan Sejenak Biarkan anak mengekspresikan diri, entah dengan cara menangis, marah, atau berteriak, hingga suasana hati anak menjadi lebih tenang. 3. Jauhkan Dari Siswa Lainnya Jauhkan anak didik yang mengalami tantrum dengan siswa lainnya untuk mengurangi resiko kontak fisik. Selain itu, anak yang mengalami tantrum membutuhkan tempat yang lebih tenang, tidak berisik, dan jauh dari perhatian siswa lainnya (keramaian). 4. Memberikan Atensi yang Positif Kebutuhan penting anak usia dini adalah perhatian. Banyak anak didik mengalami tantrum hanya karena mereka ingin diajak ngobrol, ingin diperhatikan, ingi disayang, atau ingin mencurahkan perasaannya. Guru perlu memberikan perhatian yang cukup. Namun, tidak perlu berlebihan atau tidak perlu bersikap ke arah memanjakan. 5. Pahami Pemicu Anak Mengalami Tantrum Beberapa anak yang mengalami tantrum terkadang disebabkan oleh suatu peristiwa buruk di masa lalu. Pahami suasana, benda, atau hal lain yang bisa menyebabkan seorang anak didik mengalami tantrum dan hindarkan ia dari hal-hal atau benda-benda tersebut. Baca juga: Kenalkan Aneka Emosi ke Anak, Ternyata Manfaatnya Luar Biasa 6. Ajarkan Cara Mengelola Emosi secara Positif Ada aneka cara agar anak mampu mengelola emosi secara positif, misalnya:- Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bercerita atau mengungkapkan “uneg-unegnya”.- Melakukan teknik pengaturan nafas, misalnya dengan cara menghirup nafas pelan-pelan, lalu dihembuskan secara perlahan.- Memberikan waktu kepada anak yang tantrum untuk menenangkan diri.- Melakukan aktivitas yang ia sukai atau aktivitas menyenangkan lain. 7. Memperhatikan Kesehatan Mental Diri Sendiri Menghadapi anak yang tantrum, apalagi anak yang spesial, membutuhkan waktu, tenaga, dan emosi yang ekstra. Hal ini bisa memicu terjadinya kelelahan tubuh, kelelahan mental, atau bahkan mengalami stres. Baca juga: 5 Cara Praktis Melatih Anak Agar Terampil Mengelola Stres Guru yang sering menghadapi anak tantrum membutuhkan waktu untuk melakukan kegiatan me time, rekreasi, dan relaksasi. Kehidupan doa dan aktivitas beribadah yang baik sangat diperlukan. 8. Mengenali Jenis-Jenis Anak Spesial yang Mudah Mengalami Tantrum Tantrum adalah hal yang biasa terjadi pada anak usia dini. Namun, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus tentu membutuhkan treatment khusus. Kenali jenis-jenis anak spesial, terutama yang mudah mengalami tantrum, dan kenali cara memberikan penanganan yang tepat bagi setiap anak spesial. 9. Mengajarkan Pentingnya Mengelola Emosi dengan Media Menarik Jelaskan kepada anak didik bahwa setiap orang perlu memiliki pengelolaan emosi yang baik. Berikan pemahaman kepada anak didik bahwa pengelolaan emosi yang baik bisa membuat seseorang disukai banyak orang, mencegah terjadinya hal-hal buruk, dan sesuai dengan ajaran agama. Salah satu media menarik yang bisa dimanfaatkan adalah media dongeng edukasi atau kisah Nabi. Inilah salah satu kisah Nabi yang cocok untuk diajarkan kepada anak didik. Unduh Aplikasi KABI (Kisah Teladan Nabi) dengan Meng-klik Gambar di Bawah Ini: Sumber Referensi:1. Freepik.com (2022). Close up mother kid hugging [1]2. My.clevelandclinic.org. (2022). Temper tantrums [2]

Kamis, 03 Agustus 2023 | Parenting

Sejak usia dini, anak perlu belajar tentang cara mengekspresikan diri dan perasaannya. Dilansir dari Expressable.com, dijelaskan bahwa membantu anak mengungkapkan perasaannya bermanfaat untuk mengurangi rasa frustasinya. Hal ini juga dapat mengurangi masalah perilaku dan juga meningkatkan kestabilan emosinya. Berikut ini adalah 6 cara membiasakan Si Kecil agar semakin mampu bersikap terbuka, tidak terlalu tertutup, dan mampu mengekspresikan perasaannya. 1. Ayah dan Bunda perlu Aktif Bertanya Ajak Si Kecil Berdiskusi tentang Video Kisah Nabi, Yuk! Ketika Si Kecil terlihat sedih, Ayah dan Bunda perlu aktif bertanya. Misalnya dengan bertanya, “Kenapa Adik bersedih? Apakah Adik mau bercerita?” Lakukan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Kemudian, Ayah dan Bunda bisa membantu memberikan solusi. Kebiasaan ini akan membuat Si Kecil lebih mampu terbuka, sekecil apa pun persoalan yang sedang ia alami. Ingat, persoalan besar bisa terjadi karena persoalan kecil yang tidak segera terselesaikan. Baca juga: 1. Tips Melatih Ketrampilan Bercerita pada Anak Usia Dini 2. 7 Tips Agar Anak Terampil Berbicara dengan Tata Bahasa yang Baik 2. Memberikan Pemahaman Pentingnya Ketenangan Hati Bila anak mengekspresikan perasaannya secara negatif, misalnya dengan amarah dan emosi yang tidak terkendali, Ayah dan Bunda bisa meminta Si Kecil untuk menenangkan hati terlebih dahulu. Beberapa cara yang cukup efektif adalah: Memintanya beristirahat (tidur) terlebih dahulu. Memberi waktu padanya untuk berdiam di ruangan yang tenang dan nyaman. Memberi kesempatan pada Si Kecil untuk mengatur nafas. Baca juga: 5 Cara Praktis Melatih Anak Agar Terampil Mengelola Stres Setelah emosi Si Kecil lebih stabil, berikan kesempatan padanya untuk bercerita dan mengungkapkan perasaaannya. Lagu SELAMAT MALAM: Bisa Menenangkan Hati Si Kecil Saat Hendak Terlelap   3. Ayah dan Bunda juga Perlu Bersikap Tenang Ayah dan Bunda perlu menguasai diri, terutama saat Si Kecil dalam keadaan emosi yang kurang stabil. Ketenangan hati, kesabaran, dan pengendalian diri sangatlah penting bagi Ayah dan Bunda. Bila Ayah dan Bunda bisa bersikap tenang dan sabar, niscaya Si Kecil akan lebih mampu melakukan hal yang sama. Positive vibes yang terbangun dalam hati Ayah dan Bunda, akan menular pada diri Si Kecil. Kenyamanan inilah yang akan membuat Si Kecil mampu bersikap terbuka untuk menceritakan segala persoalan yang ia alami. 4. Berikan Kesempatan Si Kecil untuk Menentukan Solusi Saat Si Kecil ada dalam persoalan, tugas Ayah dan Bunda tidaklah harus memberikan solusi. Ayah dan Bunda bisa memberikan kesempatan kepada Si Kecil untuk menentukan solusinya secara mandiri. Ayah dan Bunda juga bisa membantu Si Kecil dengan cara memberikan opsi. Biarkan Si Kecil menentukan opsi mana yang terbaik. Pembiasaan ini bisa melatih anak agar bisa lebih terampil dalam mengambil keputusan. Baca juga: Anak-Anak Gen Z: Ciri, Kelebihan, Kekurangan, Cara Mendidiknya 5. Menanggapi Setiap Curhatan dengan Empati dan Kesungguhan Hati Walaupun Si Kecil masih berusia dini, Ayah dan Bunda perlu menanggapi setiap cerita dan curahan hati Si Kecil dengan empati dan kesungguhan hati. Hal ini akan membuat Si Kecil merasa dihargai dan tidak merasa diremehkan, sehingga Si Kecil akan lebih percaya diri dalam mengungkapkan perasaannya, baik kepada guru maupun kepada Ayah dan Bunda. Aplikasi RIRI, Cerita Anak Interaktif: Dongeng Pembangun Karakter, Fabel, Cerita Rakyat, dan Dongeng Mancanegara, Semua Ada di Sini.   6. Mengajarkan Jenis-Jenis Emosi Dongeng RIRI: Legenda Batu Menangis. Media Membantu Anak Belajar Mengenal Emosinya. Si Kecil kadang masih perlu belajar mengenal jenis-jenis emosi, misalnya sedih, gembira, marah, menangis, dan lainnya. Ayah dan Bunda juga perlu memberikan cara menyikapi setiap emosi. Misalnya saat sedang marah, Ayah dan Bunda perlu menjelaskan kepada Si Kecil perlunya menenangkan hati dan tidak perlu banyak berkata-kata. Karena saat marah kadang kata-kata yang kita keluarkan, bisa menyakiti hati orang lain. Baca juga: Kenalkan Aneka Emosi ke Anak, Ternyata Manfaatnya Luar Biasa Demikian 6 cara membiasakan anak mampu mengekspresikan diri. Semoga bermanfaat! Sumber Referensi: 1. Expressable.com. (2021). Social emotional academic how to help children express their feelings [1] 2. Freepik.com (2022). Medium shot father kid [2]    

Jumat, 28 Juli 2023 | Edukasi

Apakah Ayah Bunda termasuk orangtua yang overprotektif? Dilansir dari Healthshots.com, dijelaskan bahwa pola asuh yang terlalu protektif berarti melindungi anak Anda dari kesedihan, kegagalan, bahaya, rasa sakit, penolakan, frustrasi, tantangan, kebencian, dan emosi negatif lainnya. Dipaparkan pula bahwa memantau perilaku mereka (secara berlebihan) dapat merusak perkembangan fisik, emosional, dan mental mereka secara keseluruhan. Misalnya, mencatat apa yang mereka makan, mengatur pertemanan mereka, menghukum mereka karena nilai buruk, melanggar privasi mereka, mengatur kegiatan ekstrakurikuler mereka, dan sebagainya. Baca juga: Orang Tua Perlu Memahami 6 Hal Ini Agar Makin Hebat Mengasuh Anak Apa saja dampak-dampak negatif dari pola asuh overprotektif bagi anak? 1. Kurang Mandiri dalam Mengatasi Masalah Karena orang tua selalu terlibat dalam setiap persoalannya ia menjadi sering merasa tertekan. Ia menjadi kurang mampu mengatasi persoalan pribadinya secara mandiri, meskipun itu hanyalah persoalan kecil. Kembangkan Kemandirian Si Kecil dengan Media Dongeng   2. Cenderung Kerap Berkata Tidak Jujur Orangtua overprotektif sering memberikan konsekuensi berupa hukuman pada anak. Orang tua juga cenderung mengekang ruang gerak anak, serta kurang memberikan kebebasan kepada anak untuk mengatasi masalah sendiri atau mengembangkan dirinya. 3. Anak Menjadi Mudah Cemas Orangtua yang terlalu protektif biasanya memiliki sifat yang mudah cemas. Sifat ini juga akan mudah menular pada diri anak. Anak sering merasa ragu akan kemampuannya untuk mengatasi persoalannya sendiri, meskipun itu hanyalah persoalan yang sederhana. 4. Mudah Merasa Depresi Karena rasa cemas yang berlebihan dan mental yang lemah, maka ia mudah merasa depresi, terutama ketika berada dalam persoalan yang berat atau masalah yang datang bertubi-tubi serta mengganggu zona nyamannya. KABI (Kisah Nabi): Aplikasi interaktif kisah-kisah 25 Nabi dalam Islam. Sangat cocok bagi anak Muslim untuk belajar mengenal nabi-nabi serta kisahnya dalam menyebarkan agama Allah dan bermanfaat untuk perkembangan karakter anak.   5. Memiliki Kepercayaan Diri yang Lemah Orangtua yang overprotektif sering memasang badan dalam setiap persoalan anak. Anak menjadi kurang berani dalam mengambil keputusan dan merasa kurang percaya dengan kemampuannya dalam mengatasi masalah. Ia sering merasakan ketakutan yang berlebihan, terutama takut mengalami kegagalan atau membuat kesalahan. Kesalahan kecil bisa menjadi suatu persoalan yang besar baginya. 6. Tumbuh Menjadi Pribadi yang Arogan Kurangnya empati orangtua kepada anak, kurangnya kesabaran saat menasihati anak, apalagi pemberian hukuman fisik kepada anak membuat anak tumbuh menjadi pribadi arogan, suka mengatur orang lain (dan cenderung tidak mau diatur), dan kurang berempati. 7. Keterampilan Bersosialisasi yang Lemah Karena ia merasa selalu dikendalikan oleh orang tuanya dan merasa takut membuat orangtuanya marah, maka perkembangan keterampilan sosialnya menjadi lemah. Ia merasa kesulitan berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang lain. 8. Berdampak Buruk Bagi Kecerdasan Anak Ketika ia mulai sering merasa cemas dan mengalami gangguan kesehatan mental, ia juga akan mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi. Padahal, kemampuan berkonsentrasi sangat dibutuhkan saat anak sedang belajar. Hal ini akan membuat kecerdasan anak kurang berkembang secara optimal. Baca juga:1. Modul Ajar dan RPPH PAUD - TK, Topik : Mengenal Bendera Indonesia - Kurikulum Merdeka Belajar2. Modul Ajar dan RPPH PAUD - TK, Topik : Meneladan Bapak Proklamator - Kurikulum Merdeka Belajar Orangtua memang memiliki kewajiban menjaga anak-anaknya. Namun, tentu saja bila terlalu protektif akan bisa membawa dampak yang negatif bagi Si Kecil. Terkadang Ayah dan Bunda perlu memberikan kebebasan kepada Si Kecil. Namun, Ayah dan Bunda juga perlu memberikan aturan-aturan serta batasan-batasan yang tidak terlalu mengekang. Lagu ANAK YANG BAIK: Bagus untuk Menumbuhkan Akhlak Mulia Anak   Ayah dan Bunda juga perlu sesekali memberikan tugas atau tanggung jawab yang sesuai dengan perkembangan anak, meskipun hanyalah tanggung jawab yang sederhana. Misalnya, Ayah dan Bunda perlu memberikan waktu bagi Si Kecil untuk bermain bebas (tidak terlalu banyak aturan), memberikan kesempatan kepada Si Kecil untuk merapikan tempat tidurnya secara mandiri, memberikan kesempatan kepada Si Kecil untuk menemukan solusi secara mandiri saat ia mengalami suatu persoalan, dan lainnya. Sumber Referensi: 1. Freepik.com (2022). Abusive parent tries hit his kid [1] 2. Healthshots.com. (2022). 5 negative effects of overprotective parenting and why you must avoid it [2]  

Senin, 24 Juli 2023 | Parenting

Dilansir dari Britannica.com, dijelaskan bahwa Generasi Z, juga disebut Gen Z, zoomers, iGeneration, centennials, post-millennials, atau Homelanders, istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang Amerika yang lahir pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Fenomena anak gen z tidak hanya ditemukan di Amerika. Namun, fenomena ini juga terjadi di Indonesia serta seluruh penjuru dunia. Generasi ini sangat mahir dalam penggunaan teknologi dan internet. Karena sangat aktif dalam menggunakan teknologi, anak-anak gen z memiliki kepribadian yang unik dan berbeda dari zaman-zaman sebelumnya. Yuk, Ajarkan Anak-Anak Gen Z agar Tetap Cinta Budaya Tradisional dengan Memberikan Video Dongeng di Bawah Ini     A. Ciri-Ciri Anak Gen Z 1. Aktif Berkomunikasi di Dunia Maya Whatsapp, Facebook, dan Instagram adalah beberapa aplikasi yang sudah akrab digunakan oleh anak-anak gen z. Aplikasi-aplikasi ini sangatlah praktis, bisa dimanfaatkan dengan menggunakan gadget dan bisa menjangkau hingga jarak yang sangat jauh. 2. Cakap Memanfaatkan Teknologi Masa Kini Ada banyak aplikasi yang bisa dimanfaatkan oleh anak-anak gen z untuk mengembangkan kreativitas dan produktivitas mereka. Media teknologi juga banyak dimanfaatkan oleh anak-anak gen z sebagai sarana belajar dan hiburan, yang bisa digunakan kapan saja dan di mana saja. 3. Mandiri Karena memiliki akses untuk menjelajah aneka bidang ilmu meski hanya di satu tempat (misalnya di rumah), anak-anak gen z memiliki pengetahuan yang sangat luas. Segala persoalan-persoalan hidup seakan-akan bisa diselesaikan secara mandiri hanya dengan bertanya pada “mesin pencari”. Segala ilmu pengetahuan bisa mereka pelajari secara mandiri hanya dengan menonton video di platform-platform dan media-media sosial. Baca juga:  7 Kiat Mengembangkan Karakter Anak yang Mandiri dan Tangguh 4. Terbuka Anak-anak gen z bisa mendapatkan banyak informasi tentang aneka kebudayaan dan kebhinekaan yang ada di seluruh penjuru dunia hanya dengan memainkan gadget.  Mereka bisa menemukan sisi positif dari segala kemajemukan yang ada di dalam diri umat manusia, sehingga bisa melihat sisi baik dari setiap pribadi. Anak-anak gen z mampu terbuka dalam memandang kebhinekaan dalam diri setiap insan dan bisa menilai seseorang dari beberapa sudut pandang. B. Kelebihan Anak-anak Gen Z Fasilitas teknologi membuat anak-anak gen z bisa belajar kapan pun dan di mana pun. Hal ini mambuat anak-anak gen z memiliki intelektualitas yang optimal, pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, mampu menerima perbedaan, mandiri, dan dapat melakukan banyak hal dalam satu waktu (multi-taksing). Mau Mendapatkan Penghasilan Tambahan?Program Afiliasi Educa menawarkan penghasilan pasif, hanya dengan membagikan kode afiliasi yang kamu miliki.   C. Kekurangan Anak-Anak Gen Z Bila anak-anak gen z tidak mampu memanfaatkan teknologi secara bijak, anak-anak gen z bisa tumbuh menjadi anak yang individualis, egois, dan anti-sosial. Bahkan, anak-anak gen z bisa mengalami gangguan kesehatan mental, misalnya mudah cemas, memiliki emosi yang labil, dan sulit untuk beradaptasi. Hal ini biasanya terjadi karena kurangnya kontrol dan pengawasan dari orang tua dalam hal penggunaan teknologi.   Untuk Mengembangkan Kecerdasan dan Karakter Siswa, Anda bisa Mengajak Siswa Membaca Buku Cetak (Dongeng, Kisah Nabi, dan Aktivitas Anak) karya Bapak Andi Taru dan Tim Educa Studio. Silakan klik DI SINI.   D. Cara Mendidik Anak-Anak Gen Z 1. Mengajak Berinteraksi Ayah dan Bunda memulainya dari hal-hal kecil, misalnya menyapa anak dan mengajak anak mengobrol hal-hal yang sederhana. Ayah dan Bunda juga bisa mengajak anak bermain bersama dan menceritakan dongeng-dongeng yang menarik dan edukatif. Baca juga: Aktivitas di Satuan PAUD untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial-Emosional 2. Mendorong Anak Aktif Bersosialisasi Aktivitas sosial yang bisa dilakukan oleh anak-anak adalah bermain bersama, mengunjungi rumah saudara, melakukan kegiatan amal, dan lainnya. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat mengembangkan kecerdasan sosial dan mengasah empati anak. 3. Mengajarkan Kemandirian Aktivitas pengembangan kemandirian yang perlu diajarkan kepada anak adalah meminta anak merapikan mainannya sendiri, membersihkan kamarnya sendiri, mengenakan baju sendiri, dan lainnya. Selain mengembangkan kemandirian, aktivitas-aktivitas ini juga dapat melatih motorik halus dan kasar anak yang kurang berkembang maksimal saat mereka sibuk dengan gadget, PC, atau laptop. 4. Mengembangkan Keterampilan Bernalar Kritis dan Membuat Keputusan Beri kesempatan pada anak untuk memilih atau menentukan menu makan malam, baju yang akan dipakai saat hangout, dan solusi saat ada dalam suatu persoalan yang sederhana. Saat anak melakukan kesalahan, jangan serta-merta menyalahkan. Beri kesempatan kepada anak untuk merenung (introspeksi diri) dan memperbaiki diri, sehingga ia mampu belajar dari suatu kesalahan dan memahami cara memperbaiki diri. 5. Membimbing Anak dalam Memanfaatkan Teknologi Dorong anak agar bisa menggunakan gadget secara positif, yaitu sebagai media belajar dan berkreativitas. Pastikan pula sang buah hati mendapatkan hiburan yang sehat serta ramah anak. Pendampingan kepada anak dalam pemanfaatan teknologi juga sangat penting agar tidak mengalami kecanduan gim atau mengonsumsi konten-konten yang “tidak sehat”. Sumber Referensi 1. Freepik.com. (2022). Young boy using smart phone tablet [1] 2. Britannica.com. (2023). generation z [2]  

    • ...